Minggu, 26 Januari 2014

KEMAMPUAN BERSOSIALISASI

Pengertian Kemampuan Bersosialisasi
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia :
so.si.al
[a] (1) berkenaan dng masyarakat: perlu adanya komunikasi -- dl usaha menunjang pembangunan ini; (2) cak suka memperhatikan kepentingan umum (suka menolong, menderma, dsb): ia sangat terkenal dan -- pula
Referensi: http://kamusbahasaindonesia.org/sosial#ixzz1Z5SDUsuV
Berasumsi bahwa kita mengambil pengertian pertama, maka kemampuan sosial adalah suatu kemampuan yang berkenaan dengan masyarakat, hal ini tentu berkaitan dengan komunikasi, bersosialisasi, dan tata cara bergaul yang baik.
Di lain pihak, bersosialisasi memiliki pengertian yang sangat luas misalnya saja menyangkut tentang cara penyampaian suatu doktrin/pemahaman/ketetapan kepada masyarakat dengan teknis tertentu agar diterima dengan mudah. Namun pendapat awam menyebutkan bahwa sosialisasi adalah kemampuan sosial individu, padahal menurut KBBI sosialisasi tidak selalu milik perseorangan. Untuk itu saya merasa tidak tepat bila menggunakan kata sosialisasi untuk aspek sosial perseorangan.
Kemampuan sosial individu bergantung pada bagaimana seseorang memotivasi/mendorong dirinya sendiri untuk dapat beradaptasi terhadap lingkungannya, aspek yang ditekankan dalam hal ini (adaptasi terhadap lingkungan) tentu saja tidak terlepas dari sikap inisiatif untuk melakukan komunikasi/tindakan sosial dan juga perilaku responsif terhadap orang lain. Ini diwujudkan dengan cara-cara yang nantinya akan saya jabarkan di poin berikutnya.


Manfaat Bersosialisasi
Bila kita membicarakan tentang manfaat menjadi individu yang komunikatif, dengan kata lain dapat menjaring banyak orang kedalam circle kita, kita akan kebingungan menyebutkannya. Keuntungannya sangat beragam baik komersil maupun non komersial.
Keuntungan  komersil : kita memiliki nama-nama yang akan menolong kita mendapatkan profit secara berkala dan mendukung finansial kita melalui jalur bisnis (rekan bisnis yang memercayai kita)
Keuntungan non komersil : kita memiliki nama yang mungkin tidak menggemukan dompet kita, namun memenuhi kebutuhan rohani kita sebagai makhluk sosial, sebut saja teman dan sahabat hidup.
Biar saya ambil sebuah analogi, beri permisalan bahwa manusia adalah ikan sarden, dan ikan todak sebagai parameter eliminator yang memengaruhi populasi ikan sarden (penyakit, keuangan, masalah personal). Kita mempunyai peluang lebih tinggi untuk dapat bertahan di lautan bila berjalan sebagai kelompok ikan sarden besar yang solid. Karena ikan todak, seperti yang kita tahu, memiliki sifat alami untuk menyerang kelompok ikan sarden yang lebih kecil dan tidak solid, adapun ia menyerang kelompok kita, kita tetap memiliki kemungkinan untuk bertahan yang cukup tinggi.
Suatu hubungan (positif) yang dijalin dengan orang lain, baik itu berkerabat, berteman, teman dekat, hingga hubungan antar lawan jenis, akan sangat menolong/menguntukan kita baik sekarang ataupun dikemudian hari. Contohnya saja, akan ada yang merawat kita bila sakit, Akan ada orang yang mendukung kita ketika mengalami krisis moral, ada yang mendukung kita untuk hal yang kita lakukan, dan memiliki seseorang yang dapat dipercaya. Yang paling penting tentu memenuhi kebutuhan sosial kita sebagai manusia untuk berbicara satu sama lain.


Bagaimana Bersikap dan Bergaul
Skill dalam sosialisasi adalah wajib untuk dimiliki, atau setidaknya diketahui oleh semua orang. Kata “sosial”, “sosialisasi”, dan “kemampuan sosial” sebagaimana kita ketahui sejak kecil kembali menghantui kita ketika dewasa. Landasan pemikiran ini berbasis pada doktrin sekolah dasar yang berbunyi “manusia adalah makhluk sosial”, dan memang, tanpa doktrin sakti tersebut pun dewasa ini kita menyadari sendiri betapa pentingnya peranan sosialisasi itu, mulai dari hal sepele (berkenalan) hingga perkara besar yang bisa mengubah hidup.
Beberapa orang memiliki kemampuan yang baik dalam sosialisasi secara bawaan, biasanya kemahiran ini timbul berkat pengaruh lingkungan yang kompulsif sehingga individu tersebut mau tak mau terlibat dalam kegiatan bersosialisasi. Namun begitu, kemungkinan bagi orang lain untuk memiliki kemampuan sosial yang kompatibel tidaklah nol hanya karena memiliki ruang lingkup yang kurang mendukung. Semua didasari oleh niat.
Kemampuan dalam aspek sosial meliputi banyak faktor. Namun semua diawali oleh bagaimana cara bersikap dan bergaul. Tidak kurang jutaan web dan buku menyertakan tema ini (berlebihan? Tidak, ini tema yang menyangkut pola hidup manusia). Namun saya hanya akan memaparkan beberapa cara bersikap dan bergaul secara umum,
Sebelum terjun bebas ke dunia pergaulan ada baiknya seseorang melakukan pemanasan mental dengan memikirkan beberapa faktor berikut, hal ini bersifat opsional, perlu atau tidaknya tergantung individu sendiri, toh anda sendiri yang tahu apa anda akan maju dengan peruntungan atau persiapan.

1. Membangun rasa percaya diri
Ini penting, jelas sekali. Membangun rasa percaya diri artinya mengetahui seberapa jauh batasan anda. Membangun rasa percaya diri harus dilandasi dengan logika yang bisa diterima akal sehat. Dengan landasan rasa percaya diri yang positif, kita dapat menaklukan berbagai permasalahan yang ada dalam diri kita.

2. Tidak bisa atau tidak mau?
Ini adalah pertanyaan konseptual yang harus anda jawab sendiri. Anda bisa jadi, tidak bisa sekedar untuk menyapa hanya karena alasan-alasan yang anda buat sendiri, atau anda tidak mau menyapa hanya karena merasa tertekan dengan hasil yang mungkin tidak diharapkan terjadi. Cara mengatasinya begini, logikanya anda memiliki 2 kemungkinan jika anda berkenalan dengan seseorang,
1. Mendapat teman baru,
2. Tidak mendapat teman baru.
Namun bila anda memutuskan untuk tidak berkenalan dengan orang tersebut, kemungkinan yang anda miliki hanya 1, yakni tidak mendapat teman baru. Silakan anda pilih sendiri.

3. Memikirkan konsekuensi
Konsekuensi bukan hanya berarti hasil/akibat yang bersifat negatif. Konsekuensi positif adalah hal yang mesti anda perbanyak bila ingin menjalin hubungan dengan seseorang, misalnya saja jadi memiliki koneksi, memiliki seseorang yang bisa diandalkan, menambah wawasan dan mengembangkan kemampuan komunikasi. Banyak sekali konsekuensi positif dalam aspek mengeksplorasi hubungan baru.

4. Mengenal diri sendiri
Mirip dengan membangun kepercayaan diri. Namun aspek ini lebih menjurus kepada siapa anda. Mudahnya, anda harus paham tentang konsep-konsep kepribadian dan menentukan mana yang cocok dengan sikap anda sehingga langkah-langkah yang diambil dalam komunikasi bisa terlaksana dengan baik. Misalnya anda ini seorang sanguis, koleris, atau bahkan melankolis, anda jadi bisa menentukan teman seperti apa yang cocok dengan anda.
Nah, ketika semua persiapan mental telah terlaksana, tiba saatnya untuk terjun ke dunia sosial dan bertemu wajah-wajah baru yang siap anda jabat tangannya. Namun bagaimana caranya membuat mereka menjabat balik dengan tatapan tulus? Berikut adalah hal-hal yang patut dilakukan untuk mendapatkan titel teman baru,
a. Menghindari arogansi terselubung
Arogansi terselubung artinya pikiran negatif yang biasa timbul di kepala kita ketika akan melakukan sesuatu yang mungkin akan memiliki hasil negatif. Arogansi terselubung kadang timbul ketika kita akan berkenalan dengan orang baru dengan pertanyaan di kepala “bagaimana bila dia tidak menyukai saya? Bagaimana bila saya tidak terlihat cukup baik?”. Sikap seperti ini patut kita hindari karena akan menyulitkan kita ketika berkenalan, kita menjadi skeptis dan justru bertindak diluar kebiasaan.
b. Bersikap ramah
Siapapun akan segan bila kita bersikap ramah dan bersahabat. Bersikap ramah menjadi modal utama untuk bersosialisasi. Ketika kita ramah, orang akan melihat kita sebagai pribada yang menyenangkan dan dapat diandalkan (masih, tergantung individunya), ini berguna untuk menjalin hubungan yang sehat.
c. Hati-hati dalam berbicara
Tidak hanya kepada teman baru, kepada siapapun hal ini adalah mutlak untuk diperhitungkan. Bisa jadi apa yang kita bicarakan tidak berkenan di hati seseorang, kemudian akan mengubah pola perilaku seseorang terhadap kita. Hal ini buruk untuk kedepannya dalam pergaulan. Berhati-hati dalam memilih obrolan bisa dilakukan dengan membicarakan hal-hal yang umum saja, dan kita harus pandai memilih waktu dan tempat yang tepat bila ingin membicarakan sesuatu yang bersifat pribadi dengan orang lain.
d. Berempati
Berempati artinya berusaha menempatkan diri kita dalam situasi yang dialami seseorang. Kita tidak hanya tahu dan paham, melainkan juga berusaha untuk bisa mengerti apa yang dirasakan lawan biacara kita. Berempati akan sangat membantu membangun rasa percaya seseorang terhadap kita.
e. Bersikap terbuka/ menerima perbedaan
Bersikap terbuka dapat dimulai dengan berfikiran positif dan menyingkirkan pikiran stereotip dari kepala kita. Orang yang merokok belum tentu buruk, orang yang minum belum tentu pemalak, mereka yang melakukan sesuatu dengan kesehariannya belum tentu buruk walaupun kadang tidak wajar bagi kita. Bila kita dapat menanamkan pemikiran tersebut dan menerima orang lain, maka orang pun akan menerima kita dengan tangan terbuka.
f. Jangan memilih-milih
Tiap orang memiliki karakter yang berbeda, tidak ada orang yang benar-benar ideal. Bila anda hanya mau berteman dengan orang-orang yang kita anggap ideal, berbobot dan sepaham dengan ideologi anda, maka saya yakin teman anda dapat dihitung dengan jari. Sangatlah penting untuk menerima perbedaan seperti poin 5, kita harus sadar bahwa tiap karakter yang berbeda akan membawa pengalaman berbeda dalam kehidupan sosial kita, justru mungkin akan mengembangkan wawasan dan mendewasakan pola pikir kita.




KESIMPULAN

Kemampuan sosial adalah suatu kemampuan yang berkenaan dengan masyarakat, hal ini tentu berkaitan dengan komunikasi, bersosialisasi, dan tata cara bergaul yang baik. Berikut merupakan kesimpulan dari isi yang telah dipaparkan penulis mengenai topik tata cara bersikap dan bergaul, yaitu:
1.        Kemampuan sosial sangat wajib untuk dimiliki bila ingin terjun ke masyarakat. Kemampuan sosial individu bergantung pada bagaimana seseorang memotivasi/mendorong dirinya sendiri untuk dapat beradaptasi terhadap lingkungannya.
2.        Cara-cara bersikap dan bergaul yaitu dengan membangun rasa percaya diri, mengenal diri sendiri, menghindari arogansi terselubung, bersikap ramah, hati-hati dalam berbicara, berempati, bersikap terbuka/ menerima perbedaan, dan jangan memilih-milih pertemanan.

Selasa, 21 Januari 2014

cara memakai jilbab modern kunjingi linkl di bawah

http://tasik-membara.blogspot.com/2013/04/gambar-cara-memakai-jilbab-segiempat-modern-terbaru.html

Pengarah mental bagi anak-anak

Pendidikan mental bagi anak-anak sangat penting untuk membentuk sikap pribadi dalam berperilaku sehari hari. Pendidikan mental juga di perlukan dalam melangkah untuk menuju masa depan yg gemilang. Banyak hal yg mempengaruhi dalam pembentukan sikap mental anak-anak seperti perilaku orang tua sehari-hari, lingkungan sekolah, lingkungan masyarakat serta acara televisi. Anak-anak adalah seorang peniru yg baik, jadi hal-hal yg di temui dalam kegiatan sehari-hari dapat membentuk serta mengubah sikap dan perilaku.

Pengaruh Orang tua

Orang tua menjadi teladan bagi anak-anaknya, perilaku orang tua dalam kegiatan sehari-hari merupakan contoh yg paling banyak di lihat oleh anak sejak lahir dan kebanyakan sikap anak tidaklah jauh dari sikap orang tua. Anak adalah seorang peniru yg ahli terhadap hal-hal di sekelilingnya, jika sebagai orang tua hendaknya bisa berhati-hati dalam bertingkah laku yg terhadap orang lain, hal ini akan menjadi tontonan sekaligus tuntunan yg akan masuk ke dalam otak bagi anak-anak yg selanjutnya akan di praktekkan dalam pergaulan sehari-hari.

Pengaruh Televisi

Siaran televisi yg kurang mendidik adalah musuh besar bagi perkembangan otak dan sikap mental bagi anak-anak, jadi orang tua harus selalu mendampingi anak-anak jikalau sedang menonton televisi, jika perlu jauhkan anak-anak dari televisi atau bisa juga dengan memberikan peraturan yg ketat dalam menonton televisi. Pengaruh paling buruk dari televisi bagi anak-anak adalah sikap menunda. Jika sedang asyik menonton televisi maka rutinitas sehari-hari mungkin bisa terbengkalai. contoh : budi sedang menonton televisi jam 18.00 , padahal ada PR matematika yg harus di kumpulkan besok di sekolah, tapi siaran televisi masih bagus, si Budi berpikir akan mengerjakan PR nanti jam 20.00. Ketika jam menunjukkan jam 20.00 budi melihat jam dinding, namun masih tanggung acara hampir selesai, tanpa sadar Budi melihat jam dinding sudah menunjukkan angka jam 22.30, Budi baru tersadar dengan PR matematikanya namun ketika membuka buku matematika mata Budi terasa sangat ngantuk dan akhirnya dia menutup buku matematika kemudian tidur.

Contoh sikap menunda yg di lakukan Budi mungkin sedikit banyak di alami oleh anak-anak. Sikap menunda sangat erat hubungannya dengan masalah disiplin dan tanggung jawab. Jika sedari kecil anak-anak sudah terbiasa dengan sikap menunda, maka sikap ini akan terbawa hingga dewasa yg lebih parah lagi bisa terbawa sampai dalam hidup berumah tangga dan dalam hidup bermasyarakat. Bisa di bayangkan apa jadinya jika seseorang hidup tanpa mempunyai sikap disiplin dan tanggung jawab.

Pengaruh Linkungan

Lingkungan belajar dan lingkungan bermain adalah waktu yg paling banyak di habiskan oleh anak-anak. Sebagai orang tua harus bisa meneliti dengan seksama apakah anaknya berada dalam lingkungan yg baik atau tidak. Menempatkan anak-anak dalam sebuah linkungan yg baik atau buruk merupakan tanggung jawab penuh dari orang tua sehingga dapat mencegah anak-anak salah dalam pergaulan.

Mengapa sikap mental harus di ajarkan selagi masih anak-anak. Hal ini bisa di umpamakan pada sebuah pohon, jika pohon yg masih kecil maka mudah untuk di bengkokkan, namun jika pohon sudah besar, maka akan sulit untuk di bengkokkan. begitu pula dengan anak-anak, didiklah mental anak selagi masih kecil dengan memberikan pengarahan-pengarahan yg baik agar jangan sampai melakukan hal yg salah. Jangan pernah membiasakan dengan membiarkan anak-anak jika ia melakukan sebuah kesalahan. Tegurlah dengan kasih sayang dan berikanlah contoh sebab dan akibatnya jika ia melakukan sebuah kesalahan.
Seorang anak yg masih kecil lebih mudah di berikan pengarahan daripada anak dewasa.

pembelajaran

Pembelajaran adalah proses, cara, perbuatan menjadikan orang atau makhluk hidup belajar.[1] Definisi sebelumnya menyatakan bahwa seorang manusia dapat melihat perubahan terjadi tetapi tidak pembelajaran itu sendiri.[2] Konsep tersebut adalah teoretis, dan dengan demikian tidak secara langsung dapat diamati:
Anda telah melihat individu mengalami pembelajaran, melihat individu berperilaku dalam cara tertentu sebagai hasil dari pembelajaran, dan beberapa dari Anda (bahkan saya rasa mayoritas dari Anda) telah "belajar" dalam suatu tahap dalam hidup Anda. Dengan perkataan lain, kita dapat menyimpulkan bahwa pembelajaran telah terjadi ketika seorang individu berperilaku, bereaksi, dan merespon sebagai hasil dari pengalaman dengan satu cara yang berbeda dari caranya berperilaku sebelumnya[3].

Pembelajaran dalam dunia pendidikan

Pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar. Pembelajaran merupakan bantuan yang diberikan pendidik agar dapat terjadi proses perolehan ilmu dan pengetahuan, penguasaan kemahiran dan tabiat, serta pembentukan sikap dan kepercayaan pada peserta didik. Dengan kata lain, pembelajaran adalah proses untuk membantu peserta didik agar dapat belajar dengan baik.
Di sisi lain pembelajaran mempunyai pengertian yang mirip dengan pengajaran, tetapi sebenarnya mempunyai konotasi yang berbeda. Dalam konteks pendidikan, guru mengajar agar peserta didik dapat belajar dan menguasai isi pelajaran hingga mencapai sesuatu objektif yang ditentukan (aspek kognitif), juga dapat memengaruhi perubahan sikap (aspek afektif), serta keterampilan (aspek psikomotor) seorang peserta didik, namun proses pengajaran ini memberi kesan hanya sebagai pekerjaan satu pihak, yaitu pekerjaan pengajar saja. Sedangkan pembelajaran menyiratkan adanya interaksi antara pengajar dengan peserta didik.
Pembelajaran yang berkualitas sangat tergantung dari motivasi pelajar dan kreatifitas pengajar. Pembelajar yang memiliki motivasi tinggi ditunjang dengan pengajar yang mampu memfasilitasi motivasi tersebut akan membawa pada keberhasilan pencapaian target belajar. Target belajar dapat diukur melalui perubahan sikap dan kemampuan siswa melalui proses belajar. Desain pembelajaran yang baik, ditunjang fasilitas yang memandai, ditambah dengan kreatifitas guru akan membuat peserta didik lebih mudah mencapai target belajar.

Teori pembelajaran

Tiga teori telah ditawarkan untuk menjelaskan proses di mana seseorang memperoleh pola perilaku, yaitu teori pengkondisian klasik, pengkondisian operan, dan pembelajaran sosial.[2]

Pengondisian klasik

Ivan Pavlov, ahli fisiolog dari Rusia yang memperkenalkan Teori Pengkondisian Klasik
Pengkondisian klasik adalah jenis pengkondisian di mana individu merespon beberapa stimulus yang tidak biasa dan menghasilkan respons baru.[2] Teori ini tumbuh berdasarkan eksperimen untuk mengajari anjing mengeluarkan air liur sebagai respons terhadap bel yang berdering, dilakukan pada awal tahun 1900-an oleh seorang ahli fisolog Rusia bernama Ivan Pavlov[4].

Pengondisian operant

Pengkondisian operan adalah jenis penglondisian di mana perilaku sukarela yang diharapkan menghasilkan penghargaan atau mencegah sebuah hukuman.[2] Kecenderungan untuk mengulang perilaku seperti ini dipengaruhi oleh ada atau tidaknya penegasan dari konsekuensi-konsekuensi yang dihasilkan oleh perilaku.[2] Dengan demikian, penegasan akan memperkuat sebuah perilaku dan meningkatkan kemungkinan perilaku tersebut diulangi.[2]
Apa yang dilakukan Pavlov untuk pengkondisian klasik, oleh psikolog Harvard, B. F. Skinner, dilakukan pengkondisian operan[5]. Skinner mengemukakan bahwa menciptakan konsekuensi yang menyenangkan untuk mengikuti bentuk perilaku tertentu akan meningkatkan frekuensi perilaku tersebut[5].

Pembelajaran sosial

Pembelajaran sosial adalah pandangan bahwa orang-orang dapat belajar melalui pengamatan dan pengalaman langsung.[6] Meskipun teori pembelajaran sosial adalah perluasan dari pengkondisian operan, teori ini berasumsi bahwa perilaku adalah sebuah fungsi dari konsekuensi. Teori ini juga mengakui keberadaan pembelajaran melalui pengamatan dan pentingnya persepsi dalam pembelajaran.[6]

Prinsip-prinsip pembelajaran

Berikut ini adalah prinsip umum pembelajaran yang penulis rangkum dari beberapa pakar pembelajaran yang meliputi:

Perhatian dan Motivasi

Perhatian mempunyai peranan yang penting dalam kegiatan belajar. Dari kajian teori belajar pengolahan informasi terungkap bahwa tanpa adanya perhatian tidak mungkin terjadi belajar. Perhatian terhadap pelajaran akan timbul pada siswa apabila bahan pelajaran sesuai dengan kebutuhannya. Apabila bahan pelajaran itu dirasakan sebagai sesuatu yang dibutuhkan, diperlukan untuk belajar lebih lanjut atau diperlukan dalam kehidupan sehari-hari, akan membangkitkan perhatian dan juga motivasi untuk mempelajarinya. Apabila dalam diri siswa tidak ada perhatian terhadap pelajaran yang dipelajari, maka siswa tersebut perlu dibangkitkan perhatiannya. Dalam proses pembelajaran, perhatian merupakan faktor yang besar pengaruhnya, kalau peserta didik mempunyai perhatian yang besar mengenai apa yang dipelajari peserta didik dapat menerima dan memilih stimuli yang relevan untuk diproses lebih lanjut di antara sekian banyak stimuli yang datang dari luar. Perhatian dapat membuat peserta didik untuk mengarahkan diri pada tugas yang akan diberikan; melihat masalah-masalah yang akan diberikan; memilih dan memberikan fokus pada masalah yang harus diselesaikan. Di samping perhatian, motivasi mempunyai peranan penting dalam kegiatan belajar. Motivasi adalah tenaga yang menggerakkan dan mengarahkan aktivitas seseorang. Motivasi mempunyai kaitan yang erat dengan minat. Siswa yang memiliki minat terhadap sesuatu bidang studi tertentu cenderung tertarik perhatiannya dan dengan demikian timbul motivasi untuk mempelajarinya. Misalnya, siswa yang menyukai pelajaran matematika akan merasa senang belajar matematika dan terdorong untuk belajar lebih giat, karenanya adalah kewajiban bagi guru untuk bisa menanamkan sikap positif pada diri siswa terhadap mata pelajaran yang menjadi tanggung jawabnya. Motivasi dapat diartikan sebagai tenaga pendorong yang menyebabkan adanya tingkah laku ke arah suatu tujuan tertentu. Adanya tidaknya motivasi dalam diri peserta didik dapat diamati dari observasi tingkah lakunya. Apabila peserta didik mempunyai motivasi, ia akan
  • bersungguh-sungguh menunjukkan minat, mempunyai perhatian, dan rasa ingin tahu yang kuat untuk ikut serta dalam kegiatan belajar;
  • berusaha keras dan memberikan waktu yang cukup untuk melakukan kegiatan tersebut;
  • Terus bekerja sampai tugas-tugas tersebut terselesaikan.
Motivasi dapat bersifat internal, yaitu motivasi yang berasal dari dalam diri peserta didik dan juga eksternal baik dari guru, orang tua, teman dan sebagainya. Berkenaan dengan prinsip motivasi ini ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam mengembangkan kegiatan pembelajaran, yaitu: memberikan dorongan, memberikan insentif dan juga motivasi berprestasi.

Keaktifan

Menurut pandangan psikologi anak adalah makhluk yang aktif. Anak mempunyai dorongan untuk berbuat sesuatu, mempunyai kemauan dan aspirasinya sendiri. Belajar tidak bisa dipaksakan oleh orang lain dan juga tidak bisa dilimpahkan pada orang lain. Belajar hanya mungkin terjadi apabila anak mengalami sendiri. John Dewey mengemukakan bahwa belajar adalah menyangkut apa yang harus dikerjakan siswa untuk dirinya sendiri, maka inisiatif harus datang dari dirinya sendiri, guru hanya sebagai pembimbing dan pengarah. Menurut teori kognitif, belajar menunjukkan adanya jiwa yang aktif, jiwa mengolah informasi yang kita terima, tidak hanya menyimpan saja tanpa mengadakan tansformasi. Menurut teori ini anak memiliki sifat aktif, konstruktif, dan mampu merencanakan sesuatu. Anak mampu mencari, menemukan dan menggunakan pengetahuan yang telah diperolehnya. Thordike mengemukakan keaktifan siswa dalam belajar dengan hukum "law of exercise"-nya yang menyatakan bahwa belajar memerlukan adanya latihan-latihan. Hubungan stimulus dan respon akan bertambah erat jika sering dipakai dan akan berkurang bahkan lenyap jika tidak pernah digunakan. Artinya dalam kegiatan belajar diperlukan adanya latihan-latihan dan pembiasaan agar apa yang dipelajari dapat diingat lebih lama. Semakin sering berlatih maka akan semakin paham. Hal ini juga sebagaimana yang dikemukakan oleh Mc.Keachie bahwa individu merupakan "manusia belajar yang aktif selalu ingin tahu". Dalam proses belajar, siswa harus menampakkan keaktifan. Keaktifan itu dapat berupa kegiatan fisik yang mudah diamati maupun kegiatan psikis yang sulit diamati. Kegiatan fisik bisa berupa membaca, mendengar, menulis, berlatih keterampilan-keterampilan dan sebaginya. Kegiatan psikis misalnya menggunakan pengetahuan yang dimiliki dalam memecahkan masalah yang dihadapi, membandingkan suatu konsep dengan yang lain, menyimpulkan hasil percobaan dan lain sebagainya.

Keterlibatan Langsung/Pengalaman

Belajar haruslah dilakukan sendiri oleh siswa, belajar adalah mengalami dan tidak bisa dilimpahkan pada orang lain. Edgar Dale dalam penggolongan pengalaman belajar mengemukakan bahwa belajar yang paling baik adalah belajar melalui pengalaman langsung. Dalam belajar melalui pengalaman langsung siswa tidak hanya mengamati, tetapi ia harus menghayati, terlibat langsung dalam perbuatan dan bertanggung jawab terhadap hasilnya. Sebagai contoh seseorang yang belajar membuat tempe yang paling baik apabila ia terlibat secara langsung dalam pembuatan, bukan hanya melihat bagaimana orang membuat tempe, apalagi hanya mendengar cerita bagaimana cara pembuatan tempe. Pembelajaran yang efektif adalah pembelajaran yang menyediakan kesempatan belajar sendiri atau melakukan aktivitas sendiri. Dalam konteks ini, siswa belajar sambil bekerja, karena dengan bekerja mereka memperoleh pengetahuan, pemahaman, pengalaman serta dapat mengembangkan keterampilan yang bermakna untuk hidup di masyarakat. Hal ini juga sebagaimana yang di ungkapkan Jean Jacques Rousseau bahwa anak memiliki potensi-potensi yang masih terpendam, melalui belajar anak harus diberi kesempatan mengembangkan atau mengaktualkan potensi-potensi tersebut. Sesungguhnya anak mempunyai kekuatan sendiri untuk mencari, mencoba, menemukan dan mengembangkan dirinya sendiri. Dengan demikian, segala pengetahuan itu harus diperoleh dengan pengamatan sendiri, pengalaman sendiri, penyelidikan sendiri, bekerja sendiri, dengan fasilitas yang diciptakan sendiri. Pembelajaran itu akan lebih bermakna jika siswa "mengalami sendiri apa yang dipelajarinya" bukan "mengetahui" dari informasi yang disampaikan guru, sebagaimana yang dikemukakan Nurhadi bahwa siswa akan belajar dngan baik apabila yang mereka pelajari berhubungan dengan apa yang telah mereka ketahui, serta proses belajar akan produktif jika siswa terlibat aktif dalam proses belajar di sekolah. Dari berbagai pandangan para ahli tersebut menunjukkan berapa pentingnya keterlibatan siswa secara langsung dalam proses pembelajaran. Pentingnya keterlibatan langsung dalam belajar dikemukakan oleh John Dewey dengan "learning by doing"-nya. Belajar sebaiknya dialami melalui perbuatan langsung dan harus dilakukan oleh siswa secara aktif. Prinsip ini didasarkan pada asumsi bahwa para siswa dapat memperoleh lebih banyak pengalaman dengan cara keterlibatan secara aktif dan proporsional, dibandingkan dengan bila mereka hanya melihat materi/konsep. Modus Pengalaman belajar adalah sebagai berikut: kita belajar 10% dari apa yang kita baca, 20% dari apa yang kita dengar, 30% dari apa yang kita lihat, 50% dari apa yang kita lihat dan dengar, 70% dari apa yang kita katakan, dan 90% dari apa yang kita katakan dan lakukan. Hal ini menunjukkan bahwa jika guru mengajar dengan banyak ceramah, maka peserta didik akan mengingat hanya 20% karena mereka hanya mendengarkan. Sebaliknya, jika guru meminta peserta didik untuk melakukan sesuatu dan melaporkan nya, maka mereka akan mengingat sebanyak 90%. Hal ini ada kaitannya dengan pendapat yang dikemukakan oleh seorang filsof Cina Confocius, bahwa:
apa yang saya dengar, saya lupa; apa yang saya lihat, saya ingat; dan apa yang saya lakukan saya paham. Dari kata-kata bijak ini kita dapat mengetahui betapa pentingnya keterlibatan langsung dalam pembelajaran.

Pengulangan

Prinsip belajar yang menekankan perlunya pengulangan adalah teori psikologi daya. Menurut teori ini belajar adalah melatih daya-daya yang ada pada manusia yang terdiri atas daya mengamati, menanggap, mengingat, mengkhayal, merasakan, berfikir dan sebagainya. Dengan mengadakan pengulangan maka daya-daya tersebut akan berkembang, seperti halnya pisau yang selalu diasah akan menjadi tajam, maka daya yang dilatih dengan pengadaan pengulangan-pengulangan akan sempurna. Dalam proses belajar, semakin sering materi pelajaran diulangi maka semakin ingat dan melekat pelajaran itu dalam diri seseorang. Mengulang besar pengaruhnya dalam belajar, karena dengan adanya pengulangan "bahan yang belum begitu dikuasai serta mudah terlupakan" akan tetap tertanam dalam otak seseorang. Mengulang dapat secara langsung sesudah membaca, tetapi juga bahkan lebih penting adalah mempelajari kembali bahan pelajaran yang sudah dipelajari misalnya dengan membuat ringkasan. Teori lain yang menekankan prinsip pengulangan adalah teori koneksionisme-nya Thordike. Dalam teori koneksionisme, ia mengemukakan bahwa belajar ialah pembentukan hubungan antara stimulus dan respon, dan pengulangan terhadap pengalaman-pengalaman itu memperbesar peluang timbulnya respon benar.

Tantangan

Teori medan (Field Theory) dari Kurt Lewin mengemukakan bahwa siswa dalam belajar berada dalam suatu medan. Dalam situasi belajar siswa menghadapi suatu tujuan yang ingin dicapai, tetapi selalu terdapat hambatan dalam mempelajari bahan belajar, maka timbullah motif untuk mengatasi hambatan itu dengan mempelajari bahan belajar tersebut. Apabila hambatan itu telah diatasi, artinya tujuan belajar telah tercapai, maka ia akan dalam medan baru dan tujuan baru, demikian seterusnya. Menurut teori ini belajar adalah berusaha mengatasi hambatan-hambatan untuk mencapai tujuan. Agar pada diri anak timbul motif yang kuat untuk mengatasi hambatan dengan baik, maka bahan pelajaran harus menantang. Tantangan yang dihadapi dalam bahan belajar membuat siswa bersemangat untuk mengatasinya. Bahan pelajaran yang baru yang banyak mengandung masalah yang perlu dipecahkan membuat siswa tertantang untuk mempelajarinya. Penggunaan metode eksperimen, inquiri, discovery juga memberikan tantangan bagi siswa untuk belajar secara lebih giat dan sungguh-sungguh. Penguatan positif dan negatif juga akan menantang siswa dan menimbulkan motif untuk memperoleh ganjaran atau terhindar dari hukuman yang tidak menyenangkan.

Balikan dan Penguatan

Prinsip belajar yang berkaiatan dengan balikan dan penguatan adalah teori belajar operant conditioning dari B.F. Skinner.Kunci dari teori ini adalah hukum effeknya Thordike, hubungan stimulus dan respon akan bertambah erat, jika disertai perasaan senang atau puas dan sebaliknya bisa lenyap jika disertai perasaan tidak senang. Artinya jika suatu perbuatan itu menimbulkan efek baik, maka perbuatan itu cenderung diulangi. Sebaliknya jika perbuatan itu menimbulkan efek negatif, maka cenderung untuk ditinggalkan atau tidak diulangi lagi. Siswa akan belajar lebih semangat apabila mengetahui dan mendapat hasil yang baik. Apabila hasilnya baik akan menjadi balikan yang menyenangkan dan berpengaruh baik bagi usaha belajar selanjutnya. Namun dorongan belajar itu tidak saja dari penguatan yang menyenangkan tetapi juga yang tidak menyenangkan, atau dengan kata lain adanya penguatan positif maupun negatif dapat memperkuat belajar. Siswa yang belajar sungguh-sungguh akan mendapat nilai yang baik dalam ulangan. Nilai yang baik itu mendorong anak untuk belajar lebih giat lagi. Nilai yang baik dapat merupakan operan conditioning atau penguatan positif. Sebaliknya, anak yang mendapat nilai yang jelek pada waktu ulangan akan merasa takut tidak naik kelas, karena takut tidak naik kelas ia terdorong untuk belajar yang lebih giat. Di sini nilai jelek dan takut tidak naik kelas juga bisa mendorong anak untuk belajar lebih giat, inilah yang disebut penguatan negatif.

Perbedaan Individual

Siswa merupakan makhluk individu yang unik yang mana masing-masing mempunyai perbedaan yang khas, seperti perbedaan intelegensi, minat bakat, hobi, tingkah laku maupun sikap, mereka berbeda pula dalam hal latar belakang kebudayaan, sosial, ekonomi dan keadaan orang tuanya. Guru harus memahami perbedaan siswa secara individu, agar dapat melayani pendidikan yang sesuai dengan perbedaannya itu. Siswa akan berkembang sesuai dengan kemampuannya masing-masing. Setiap siswa juga memiliki tempo perkembangan sendiri-sendiri, maka guru dapat memberi pelajaran sesuai dengan temponya masing-masing. Perbedaan individual ini berpengaruh pada cara dan hasil belajar siswa. Karenanya, perbedaan individu perlu diperhatikan oleh guru dalam upaya pembelajaran. Sistem pendidikan kalsik yang dilakukan di sekolah kita kurang memperhatikan masalah perbedaan individual, umumnya pelaksanaan pembelajaran di kelas dengan melihat siswa sebagai individu dengan kemampuan rata-rata, kebiasaan yang kurang lebih sama, demikian pula dengan pengetahuannya.

Metode pembentukan perilaku

Ketika seseorang mencoba untuk membentuk individu dengan membimbingnya selama pembelajaran yang dilakukan secara bertahap, orang tersebut sedang melakukan pembentukan perilaku.[2] Pembentukan perilaku adalah secara sistematis menegaskan setiap urutan langkah yang menggerakkan seorang individu lebih dekat terhadap respons yang diharapkan.[2] Terdapat empat cara pembentukan perilaku: melalui penegasan positif, penegasan negatif, hukuman, dan peniadaan.[2]